Sistem Kliring
Kliring adalah penyelesaian utang piutang antar bank-bank
peserta kliring yang berbentuk surat-surat berharga. Kliring (dari bahasa
Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan
menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan
untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat
daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan, pra
penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang
terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual
menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring
adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang
menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
Prinsip kliring
Gambar
: Prinsip Kliring
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat
berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI).
Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Ruang lingkup kegiatan kliring
Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi
bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di
Indonesia.
Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban
anggota kliring yang timbul di transaksi bursa.
Sistem Kliring Manual
Sistem Kliring Manual adalah sistem penyelenggaraan
kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo
Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta.
Pada proses Sistem Manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang
dikliringkan oleh Peserta kliring.
Gambar
: Sistem Kliring Manual
Tata cara ( Procedur ) Kliring Manual secara
sederhana yaitu :
·
Warkat dicatat dalam list kliring sesuai
bank peserta kliring
·
Nominal di list kliring dibuatkan
rekapitulasi kliring
Atas penyerahan kliring dibuatkan bilyet kliring ke Bank
Indonesia beserta warkat penyerahan.
Menerima warkat
penarikan kliring on hand dari bank lain beserta bilyet dan rekap warkat
penarikan kliring.
Saat ini pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual. Pada sistem Manual, pelaksanaan
fungsi-fungsi kliring seluruhnya dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri
sebagai berikut :
Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat
dilakukan oleh semua peserta;
Pembuatan
dan pencocokan rincian Daftar Warkat Kliring, penyusunan Neraca Kliring serta
pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan oleh Peserta;
Penyusunan Neraca Kliring Penyerahan dan Pengembalian
Gabungan dilakukan oleh Penyelenggara;
Identitas peserta
menggunakan nomor urut kelompok;
Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas
sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada sistem
otomasi dan elektronik;
Kesalahan perhitungan
lebih sering terjadi;
Memiliki wakil peserta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
yang mempunyai kewenangan untuk membuat, mengubah dan menandatangani Daftar
Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian, Neraca Kliring Penyerahan/Pengembalian,
Bilyet Saldo Kliring serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai
tanda terima pada Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang diterima
dari peserta lain.
Sistem Kliring Elektronik
Yaitu kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan
bilyet saldo kliring berdasarkan data elektronik yang disertai dengan
penyerahan warkat bank peserta kliring kepada penyelenggara kliring (Bank Indonesia)
untuk diteruskan kepada bank penerima.
Gambar
: Sistem Kliring Elektronik
Tata Cara (Procedure) Kliring Elektronik :
Pertama mempersiapkan warkat umum mekanisme dan dokumen
kliring meliputi pemisahan warkat menurut Janis transaksinya, pembubuhan
stempel kliring dan pencantuman informasi MICR code line baik pada warakt
maupun pada dokumen kliring.
Selanjutnya Bank Pengirim merekam data warkat kliring ke
dalam system TPK dengan menggunakan mesin reader encoder atau meng-input data
warkat untuk mngehasilkan DKE.
Kemudian mengelompokkan warkat dalam batch kemudian
menyusulkan dalam bundel warkat yang terdiri dari : BPWD/BPWK; Lembar
Substansi; Karti Batch Warkat Debet/Kredit;Warkat Debet/Kredit.
Lalu mengirimkan batch DKE secara elektronik melalui JKD
ke SPKE di penyelenggara. Fisik warkat dari DKE selanjutnya dikirim ke
penyelenggara untuk dipilah berdasarkan bank tertuju secara otomasi dengan
menggunakan mesin baca pilah berteknologi image.
Kemudian peserta dapat melihat status DKE di TPK
maisng-maisng, apakah pengiriman tersebut sukses atau gagal.
Lalu SPKE akan
memproses DKE yang diterima secara otomatis setelah batas waktu transmit DKE
berakhir.
Selanjutnya SPKE akan men-broadcast informasi hasil
kliring kepada seluruh TPK sehingga peserta dapat secara on-line melihat posisi
hasil kliring melalui TPK.
Terakhir hasil
perhitungan DKE tersebut (Bilyet Saldo Kliring) selanjutnya dibubukan ke
rekening giro masing-masing bank di system Bank Indonesia Real Time Gross
Sttlement (system BI-RTGS).
Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan
moneter dan untuk mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system
pembayaran akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu
system pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan
kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui
implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai
sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta.
Tujuan RTGS :
Ø Memberikan
pelayanan sistem transfer dana antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak
lainnya secara cepat, aman, dan efisien
Ø Memberikan
kepastian pembayaran
Ø Memperlancar
aliran pembayaran (payment flows)
Ø Mengurangi
resiko settlement baik bagi peserta maupun nasabah peserta (systemic risk)
Ø Meningkatkan
efektifitas pengelolaan dana (management fund) bagi peserta melalui
sentralisasi rekening giro
Ø Memberikan
informasi yang mendukung kebijakan moneter dan early warning system bagi
pengawasan bank
Ø Meningkatkan
efisiensi pasar uang
PEMINDAHAN DANA
ELEKTRONIK DI INDONESIA
Sistem kliring elektronik di indonesia
Direksi
Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei 1988, kemudian
menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari
sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian baru pada
tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat diimplementasikan untuk
memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian tetap
dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan sistem
semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada
tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per
hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di
bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana
kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada
gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang
terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan
dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue
Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat
visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam
menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan
aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara
elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan
Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank
Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk
pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik
(SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut
dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal
implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta
kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2
peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting
Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi
kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan
kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring
Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan
pada tanggal 18 Juni 2001
sumber :